mencari ketenangan dunia abadi

mencari ketenangan dunia abadi
~~ENJOYING YOUR TIME~~

Jumat, 04 November 2011

D'vaz friendship

D'vaz friendship
kami hanyalh sekumpulan remaja belasan tahun yang mencoba menjalani aktifitas sebagaimana layak nya remaja yang lain tapi kami mempunyai jiwa sebagai jiwa sahabat yang sejati.memang kami dilahirkan dari keluarga yang tidak mampu seperti layak nya teman-teman kami yang lain tapi untuk masalah prestasi, kami berni untuk mencoba katakan pada dunia bahwa kami mempunyai jiwa semangat belajar yang tinggi.
walaupun hujan badai kami tetap mencoba untuk tetap meneruskan pendidikan kami

soo kami akan selalu menjaga persahabatan kami walaupun kami sudah tidak bersama seperti dulu,mungkin karena jarak/waktu yang memisahkan kami tapi kami tetap selalu bersama...
salam kompak selalu..!!!! data-data anak D'vaz friendship nama:VIQIH SAPUTRA ttl:krui, 09 mei 1995 alamat:krui lampung barat hobi:jalan-jalan,masak, membaca,mencoba sesuatu yang baru nama: ANDIKA CHRIST DARWIN ttl:krui,08 septembr,1993 alamat:krui lampung barat 34874 hobi:membaca,renang, adventure nama:ZISKA ANDRIS ttl:pugung,14 mei 1994 alamat:krui lampung barat hogbi:jalan,main, belajar

Senin, 19 September 2011

konflik sara (suku,ras,agama,antar golongan)

Transisi Otoriter-Demokrasi dan Konflik Bernuansa SARA
Dalam rentang waktu kurang lebih 5 tahun terakhir ini, telah banyak kasus bernuansa SARA terjadi di Indonesia. Kejadian-kejadian yang berpotensi SARA pada 5 tahun terakhir ini dimulai dari kasus pembakaran rumah terhadap 31 keluarga yang beraliran Ahmadiah di Lombok Barat oleh sekelompok warga pada Februari 2006, disusul dengan penyerangan terhadap kelompok Ahmadiah pada Desember 2007 di Jawa Barat dan Mei 2008 di Sukabumi.

Kasus lain yakni penyerangan terhadap iring-iringan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi pada September 2010 dan pembakaran madrasah Al-Mahmud milik Ahmadiah yang dilakukan oleh sekelompok massa pada 27 Desember 2010. Tak hanya berakhir pada kasus tersebut.

Puncak dari kasus-kasus yang berpotensi menjadi konflik SARA (suku, agama, rasa, dan antar golongan) terjadi pada tanggal 6 Februari 2011 yang menewaskan tiga orang jemaah Ahmadiah dan tujuh orang lainnya luka-luka akibat penyerangan kediaman pimpinan Ahmadiah di kampung Peundeuy, Desa Umbulah, Kecamatan Cikeusik yang diserang oleh ribuan massa. Menyusul setelah penyerangan Ahmadiah, pada tanggal 7 Februari 2011 terjadi lagi pembakaran gereja di Temanggung yang menyebabkan sembilan orang luka-luka serta kerusakan tiga gereja.

Konflik telah banyak terjadi dalam 5 tahun terakhir ini, terutama konflik-konflik yang bernuansa SARA. Lantas apakah yang salah dengan sistem ketatanegaraan kita? Atau mungkin pemimpin kita kurang mampu dalam menangani gejolak-gejolak dalam masyarakat? Ataukah mungkinkah bangsa ini sudah tidak memiliki moral?

Masa Transisi Otoriter-Demokrasi

Pemerintahan otoriter Orde Baru yang menekan dan membelenggu masyarakat menimbulakn kejenuhan dalam benak. Kejenuhan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru telah memunculkan berbagai gerakan-gerakan politik masyarakat terutama kalangan mahasiswa. Gerakan-gerakan politik yang terus mendesak pemerintahan otoritarian Soeharto akhirnya berujung pada kejatuhan rezim Orba.

Kejatuhan rezim Orba merupakan starting point bagi NKRI dalam merubah haluan sistem pemerintahan dari Otoriter yang diterapkan Soeharto menjadi negara demokrasi. Demokrasi yang dimaksud bukan hanya mengadopsi sebagian prinsip demokrasi, melainkan demokrasi yang diidam-idamkan dan berusaha untuk diwujudkan adalah demokrasi yang terkonsolidasi.

Demokrasi yang terkonsolidasi merupakan demokrasi yang menyeluruh, setiap elemen-elemen negara menerapkan sistem demokrasi yang baik dalam mencapai kestabilan ketatanegaraan. Oleh karena itu, Indonesia saat ini belum dikatakan sebagai negara Demokrasi yang terkonsolidasi, melainkan masih menuju ke titik tersebut yang disebut dengan era transisi.

Hasil dari kejatuhan rezim otoriter adalah liberalisasi politik dimana setiap hak warga negara diperjuangkan. Perjuangan tersebut baru muncul setelah katup politik terhadap masyarakat terbuka, yang dulunya dalam masa otoriter masyarakat hanya penonton dalam perpolitikan, sekarang masyarakat telah menjadi salah satu inti dari perpolitikan suatu negara sehingga masyarakat bebas membuat kelompok dan bersuara depan pemerintah untuk menggunakan hak-hak yang dimiliki.

Partisi politik masyarakat ini akhirnya ngetren di kalangan masyarakat. Kebebasan yang telah terkungkung selama ini pada masa otoriter meledak dan menjadi suatu euphoria masyarakat atas kebebasannya. Euphoria sendiri didukung dengan keadaan negara yang lemah karena masih dalam penataan ulang pasca reformasi besar-besaran.

Pascareformasi 1998, masyarakat seolah-olah bebas dan merdeka untuk yang kedua kalinya setelah melawan penjajah. Masyrakat menjadi lebih berani dalam melancarkan aksi-aksinya dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Termasuk melakukan protes-protes kepada pemerintah baik yang bersifat demonstrasi yang tertib maupu yang anarkis.

Bahkan juga mengungkit masalah-masalah pelanggaran-pelanggaran yang telah di perbuat pemerintah Orba, seakan-akan masyarakat meminta pertanggungjawaban pemerintah atas perlakuannya selama ini terhadap rakyat. seperti inilah keadaan masyarakat sekarang ini di masa transisi.

Konflik Horizontal

Indonesia dikenal sebagai negara “warna-warni”. Mulai dari suku, ras, agama, warna kulit, sampai pada lautan yang memisahkan antar individu. Semua itu bukanlah masalah bagi tegaknya negara ini, terbukti dari catatan sejarah yang telah dilukis oleh bangsa ini sebagai bangsa yang memiliki rasa toleransi yang tinggi dengan bersatunya seluruh elemen bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun, semua itu telah gugur pada jaman transisi menuju demokrasi yang terkonsolidasi.

Sebenarnya konflik horizontal telah banyak bermunculan sebelum kejatuhan Soeharto. Konflik tersebut muncul dikarenakan rasa kekecewaan masyarakat yang menggumpal pada pemerintah. Di lain sisi, masyarakat tak mampu menghadapi kekuatan pemerinta sehingga yang menjadi korban pelampiasan adalah golongan-golongan minoritas baik itu secara etnis maupun budaya.

Kasus konflik horizontal di era transisi sendiri berbeda dengan era pra jatuhnya Orba. Pemicu konflik horizontal yang terjadi akhir-akhir ini bukan hanya pada perbedaan kultur dan etnis, namun yang menjadi pemicu adalah perbedaan kepentingan, garis politik, serta cita-cita ideologis.

Perputaran Roda Keteraturan-Ketidakteraturan

Jaman berganti bagaikan roda yang berputar, kadang diatas kadang dibawah. Indonesia pada masa penjajahan merupakan jaman ketidakteraturan atau terbengkalainya kebangsaan Indonesia, kemerdekaan dan menjadi stabil dan teratur dengan berbagai macam sistem pemerintahan yang telah diterapkan.

Jaman ini adalah jaman pergantiaan atau era transisi yang harus dijalani dimana perubahan dengan berbalik 180° dari sistem Otoriter menjadi Demokrasi yang terkonsolidasi adalah suatu langkah yang berat sehingga membutuhkan banyak perubahan dan penyesuaian.

Dalam masa transisi, penempatan dan pengaturan elemen-elemen sosial kemasyarakatan masih belum jelas dan terinci yang menyebabkan setiap kelompok-kelompok social masih mencari tatanan hidup mereka dengan melakukan aksi-aksinya agar pemerintah bisa memberikan posisi yang tepat bagi kelompok-kelompok tersebut.

Biasanya konflik terjadi karena hal-hal yang sepele seperti ketersinggungan dan kesalah pahaman yang belakangan ini sangat sering terjadi. Oleh karena itu, wajarlah jika pada akhir-akhir ini di masa transisi ini terjadi banyak gejolak social dalam bentuk konflik horizontal dan semua negara mengalami gejala-gejala seperti ini saat dalam masa transisi.

Sesuai dengan penelitian Ted Robert Gur yang menyatakan bahwa meletupnya konflik horizontal terjadi di era transisi. Jadi tidaklah heran jika di negara kita akhir-akhir ini banyak terjadi konflik horizontal yang merupakan suatu proses dalam mencapai suatu kestabilan kembali sesuai dengan perputaran roda ketidakteraturan menuju keteraturan yang suatu saat penghujungnya akan mencapai kestabilan kembali.

Untuk mengarahkan jalannya masa transisi ini kearah yang benar, dibutuhkan juga peran pemerintah dalam masyarakat sebagai penetrasi atau penengah dalam resolusi konflik. Jadi berdasarkan ulasan diatas, masalah-masalah bernuansa SARA akhir-akhir ini bukanlah semata-mata karena ketidak seriusan pemerintah, melainkan kejadian-kejadian tersebut adalah suatu proses tercapainya keteraturan yang baru yakni demokrasi yang terkonsolidasi.

Dalam rentang waktu kurang lebih 5 tahun terakhir ini, telah banyak kasus bernuansa SARA terjadi di Indonesia. Kejadian-kejadian yang berpotensi SARA pada 5 tahun terakhir ini dimulai dari kasus pembakaran rumah terhadap 31 keluarga yang beraliran Ahmadiah di Lombok Barat oleh sekelompok warga pada Februari 2006, disusul dengan penyerangan terhadap kelompok Ahmadiah pada Desember 2007 di Jawa Barat dan Mei 2008 di Sukabumi.

Kasus lain yakni penyerangan terhadap iring-iringan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi pada September 2010 dan pembakaran madrasah Al-Mahmud milik Ahmadiah yang dilakukan oleh sekelompok massa pada 27 Desember 2010. Tak hanya berakhir pada kasus tersebut.

Puncak dari kasus-kasus yang berpotensi menjadi konflik SARA (suku, agama, rasa, dan antar golongan) terjadi pada tanggal 6 Februari 2011 yang menewaskan tiga orang jemaah Ahmadiah dan tujuh orang lainnya luka-luka akibat penyerangan kediaman pimpinan Ahmadiah di kampung Peundeuy, Desa Umbulah, Kecamatan Cikeusik yang diserang oleh ribuan massa. Menyusul setelah penyerangan Ahmadiah, pada tanggal 7 Februari 2011 terjadi lagi pembakaran gereja di Temanggung yang menyebabkan sembilan orang luka-luka serta kerusakan tiga gereja.

Konflik telah banyak terjadi dalam 5 tahun terakhir ini, terutama konflik-konflik yang bernuansa SARA. Lantas apakah yang salah dengan sistem ketatanegaraan kita? Atau mungkin pemimpin kita kurang mampu dalam menangani gejolak-gejolak dalam masyarakat? Ataukah mungkinkah bangsa ini sudah tidak memiliki moral?

Masa Transisi Otoriter-Demokrasi

Pemerintahan otoriter Orde Baru yang menekan dan membelenggu masyarakat menimbulakn kejenuhan dalam benak. Kejenuhan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru telah memunculkan berbagai gerakan-gerakan politik masyarakat terutama kalangan mahasiswa. Gerakan-gerakan politik yang terus mendesak pemerintahan otoritarian Soeharto akhirnya berujung pada kejatuhan rezim Orba.

Kejatuhan rezim Orba merupakan starting point bagi NKRI dalam merubah haluan sistem pemerintahan dari Otoriter yang diterapkan Soeharto menjadi negara demokrasi. Demokrasi yang dimaksud bukan hanya mengadopsi sebagian prinsip demokrasi, melainkan demokrasi yang diidam-idamkan dan berusaha untuk diwujudkan adalah demokrasi yang terkonsolidasi.

Demokrasi yang terkonsolidasi merupakan demokrasi yang menyeluruh, setiap elemen-elemen negara menerapkan sistem demokrasi yang baik dalam mencapai kestabilan ketatanegaraan. Oleh karena itu, Indonesia saat ini belum dikatakan sebagai negara Demokrasi yang terkonsolidasi, melainkan masih menuju ke titik tersebut yang disebut dengan era transisi.

Hasil dari kejatuhan rezim otoriter adalah liberalisasi politik dimana setiap hak warga negara diperjuangkan. Perjuangan tersebut baru muncul setelah katup politik terhadap masyarakat terbuka, yang dulunya dalam masa otoriter masyarakat hanya penonton dalam perpolitikan, sekarang masyarakat telah menjadi salah satu inti dari perpolitikan suatu negara sehingga masyarakat bebas membuat kelompok dan bersuara depan pemerintah untuk menggunakan hak-hak yang dimiliki.

Partisi politik masyarakat ini akhirnya ngetren di kalangan masyarakat. Kebebasan yang telah terkungkung selama ini pada masa otoriter meledak dan menjadi suatu euphoria masyarakat atas kebebasannya. Euphoria sendiri didukung dengan keadaan negara yang lemah karena masih dalam penataan ulang pasca reformasi besar-besaran.

Pasca reformasi 1998, mayarakat seolah-olah bebas dan merdeka untuk yang kedua kalinya setelah melawan penjajah. Masyrakat menjadi lebih berani dalam melancarkan aksi-aksinya dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Termasuk melakukan protes-protes kepada pemerintah baik yang bersifat demonstrasi yang tertib maupu yang anarkis.

Bahkan juga mengungkit masalah-masalah pelanggaran-pelanggaran yang telah di perbuat pemerintah Orba, seakan-akan masyarakat meminta pertanggungjawaban pemerintah atas perlakuannya selama ini terhadap rakyat. seperti inilah keadaan masyarakat sekarang ini di masa transisi.

Konflik Horizontal

Indonesia dikenal sebagai negara “warna-warni”. Mulai dari suku, ras, agama, warna kulit, sampai pada lautan yang memisahkan antar individu. Semua itu bukanlah masalah bagi tegaknya negara ini, terbukti dari catatan sejarah yang telah dilukis oleh bangsa ini sebagai bangsa yang memiliki rasa toleransi yang tinggi dengan bersatunya seluruh elemen bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun, semua itu telah gugur pada jaman transisi menuju demokrasi yang terkonsolidasi.

Sebenarnya konflik horizontal telah banyak bermunculan sebelum kejatuhan Soeharto. Konflik tersebut muncul dikarenakan rasa kekecewaan masyarakat yang menggumpal pada pemerintah. Di lain sisi, masyarakat tak mampu menghadapi kekuatan pemerinta sehingga yang menjadi korban pelampiasan adalah golongan-golongan minoritas baik itu secara etnis maupun budaya.

Kasus konflik horizontal di era transisi sendiri berbeda dengan era pra jatuhnya Orba. Pemicu konflik horizontal yang terjadi akhir-akhir ini bukan hanya pada perbedaan kultur dan etnis, namun yang menjadi pemicu adalah perbedaan kepentingan, garis politik, serta cita-cita ideologis.

Perputaran Roda Keteraturan-Ketidakteraturan

Jaman berganti bagaikan roda yang berputar, kadang diatas kadang dibawah. Indonesia pada masa penjajahan merupakan jaman ketidakteraturan atau terbengkalainya kebangsaan Indonesia, kemerdekaan dan menjadi stabil dan teratur dengan berbagai macam sistem pemerintahan yang telah diterapkan.

Jaman ini adalah jaman pergantiaan atau era transisi yang harus dijalani dimana perubahan dengan berbalik 180° dari sistem Otoriter menjadi Demokrasi yang terkonsolidasi adalah suatu langkah yang berat sehingga membutuhkan banyak perubahan dan penyesuaian.

Dalam masa transisi, penempatan dan pengaturan elemen-elemen sosial kemasyarakatan masih belum jelas dan terinci yang menyebabkan setiap kelompok-kelompok social masih mencari tatanan hidup mereka dengan melakukan aksi-aksinya agar pemerintah bisa memberika posisi yang tepat bagi kelompok-kelompok tersebut.

Biasanya konflik terjadi karena hal-hal yang sepele seperti ketersinggungan dan kesalah pahaman yang belakangan ini sangat sering terjadi. Oleh karena itu, wajarlah jika pada akhir-akhir ini di masa transisi ini terjadi banyak gejolak social dalam bentuk konflik horizontal dan semua negara mengalami gejala-gejala seperti ini saat dalam masa transisi.

Sesuai dengan penelitian Ted Robert Gur yang menyatakan bahwa meletupnya konflik horizontal terjadi di era transisi. Jadi tidaklah heran jika di negara kita akhir-akhir ini banyak terjadi konflik horizontal yang merupakan suatu proses dalam mencapai suatu kestabilan kembali sesuai dengan perputaran roda ketidakteraturan menuju keteraturan yang suatu saat penghujungnya akan mencapai kestabilan kembali.

Untuk mengarahkan jalannya masa transisi ini kearah yang benar, dibutuhkan juga peran pemerintah dalam masyarakat sebagai penetrasi atau penengah dalam resolusi konflik. Jadi berdasarkan ulasan diatas, masalah-masalah bernuansa SARA akhir-akhir ini bukanlah semata-mata karena ketidak seriusan pemerintah, melainkan kejadian-kejadian tersebut adalah suatu proses tercapainya keteraturan yang baru yakni demokrasi yang terkonsolidasi.

Kamis, 31 Maret 2011

Penerimaan Taruna/Taruni Baru SMKN 1 Pesisir Tengah



PENERIMAAN CALON TARUNA/I SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 (SMKN1) PESISIR TENGAH, LAMPUNG BARAT

SMK Negeri 1 Pesisir Tengah memanggil pemuda-pemudi Indonesia lulusan SLTP dan Madrasah Tsanawiyah yang sehat jasmani dan rohani untuk dididik dan dilatih menjadi Perwira Pelayaran, Mekanik, ahli perikanan, tenaga akuntansi dan tenaga administrasi perkantoran:

Program Keahlian Yang Dibuka :
A.       Nautika Kapal Penangkap Ikan (NKPI)
 Pendidikan Calon Perwira Nautika setelah Ujian Profesi memperoleh Sertifikat ANKAPIN II
B.       Budidaya Ikan (BI)
C.       Teknik Mekanik Otomotif (TMO)
D.       Akuntansi
E.        Aministrasi Perkantoran

Syarat-syarat pendaftaran :
1.        Warga Negara Indonesia, laki-laki, perempuan, beragama.
2.        Berusia minimal 15 tahun.
3.        Berkelakuan baik dan bebas dari narkoba.
4.        Berbadan sehat, tidak buta warna, tidak berkacamata, penglihatan dan pendengaran baik.
5.        Memiliki Ijazah/STTB dan STK SLTP atau Madrasah Tsanawiyah.
6.        Lulus Seleksi.

Tata cara Pendaftaran :
1.        Mengisi formulir pendaftaran
2.        Menyerahkan copy Ijazah/STTB dan STK
3.        Mengisi/Membuat Pernyataan siap mematuhi tata tertib sekolah
4.        Membayar uang pendaftaran .

Tempat pendaftaran :
Kampus SMK Negeri 1  Pesisir Tengah, Jl Raya Puncak Rawas, Krui, Lampung Barat,Telp. 082175521026


Pengumuman hasil daftar minat :
-   Pengumuman siswa yang lulus melalui jalur bakat minat mulai dari tanggal 15 April 2011.
-   Diumumkan di Kampus SMKN 1 Pss. Tengah jln. Puncak Rawas, Krui, Lampung Barat.

Keterangan lebih lanjut bisa ditanyakan lewat e-mail: smknpsstkrui@yahoo.co.id  

Jumat, 18 Maret 2011

Yos Sudarso

Yos Soedarso
Laksamana Madya Yosaphat Soedarso (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 24 November 1925 – meninggal di Laut Aru, 13 Januari 1962 pada umur 36 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia gugur di atas KRI Macan Tutul dalam pertempuran Laut Aru melawan armada Belanda pada masa kampanye Trikora. Hal yang kurang lazim adalah, sebagai seorang Kepala Staff Angkatan Laut tidak seharusnya ia ikut terjun langsung di dalam operasi tersebut. Namanya kini diabadikan pada sebuah KRI dan ambalan GERAKAN PRAMUKA pesisir tengah smkn1 krui

KRI Yos Sudarso (353)

Langsung ke: navigasi, cari
KRIYosSudarso353.JPG
KRI Yos Sudarso menembakkan Rudal permukan-ke-udara Sea Cat dalam sebuah latihan
Karier (ID) Bendera Indonesia
Pembuat: Koninklijke Maatschappij de Schelde
Mulai dibuat: 25 Juli 1963
Diluncurkan: 19 Juni 1965
Dibeli: 1987
Nama sebelumnya: Hr. Ms. Van Galen (F 803)
Status:
Karakteristik umum
Berat benanam: 2835 ton
Panjang: 113,4 x 12,5 x 4,2 meter
Lebar: 12,5 meter
Draught: Unknown
Tenaga penggerak: 30.000 hp
Kecepatan: 28,5 knot
Awak kapal: 183
Persenjataan: 2 x 11,4 cm meriam
2 x Seacat
1 x bom anti kapal selam
6 x mk 44 torpedo
1 x helikopter
KRI Yos Sudarso (353) merupakan kapal ketiga dari kapal perang kelas Perusak Kawal Berpeluru Kendali Kelas Ahmad Yani milik TNI AL. Dinamai menurut Yos Sudarso, salah seorang pahlawan nasional yang gugur diatas KRI Macan Tutul dalam pertempuran laut Aru pada masa kampanye Trikora.
KRI Yos Sudarso merupakan kapal fregat bekas pakai AL Belanda (F803) yang kemudian dibeli oleh Indonesia. Kapal ini bersaudara dekat dengan Fregat Inggris Kelas HMS Leander dengan sedikit modifikasi dari disain RN Leander asli. Dibangun tahun 1967 oleh Nederlandse Dok en Scheepsbouw Mij, Amsterdam, Belanda dan mendapat peningkatan kemampuan sebelum berpindah tangan ke TNI Angkatan Laut pada tahun 1977-1980. Termasuk diantaranya adalah pemasangan sistem pertahanan rudal anti pesawat (SAM, Sea to Air Missile) ) Mistral menggantikan Sea Cat.
Bertugas sebagai armada patroli dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara.
Termasuk dalam kelas Ahmad Yani bersama KRI Yos Sudarso antara lain KRI Ahmad Yani (351), KRI Slamet Riyadi (352), KRI Oswald Siahaan (354) KRI Abdul Halim Perdana Kusuma (355) dan KRI Karel Satsuit Tubun (356).
KRI Yos Sudarso memiliki berat 2,940 ton. Dengan dimensi 113,42 meter x 12,51 meter x 4,57 meter. Ditenagai oleh turbin uap dengan 2 boiler, 2 shaft yang menghasilkan 30,000 shp sanggup mendorong kapal hingga kecepatan 28,5 knot. Diawaki oleh maksimal 180 pelaut.
    KRI Yos Sudarso dipersenjatai dengan berbagai jenis persenjataan modern untuk mengawal wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Termasuk diantaranya adalah :
  1. 8 Peluru Kendali Permukaan-ke-permukaan NPO Mashinostroyeniya SS-N-26 Yakhont dengan jangkauan maksimum 300 Km , berkecepatan 2,5 mach, berpemandu active-passive radar seeker dengan hulu ledak seberat 250 Kg.
  2. 4 Peluru kendali permukaan-ke-udara Mistral dalam peluncur Simbad laras ganda sebagai pertahanan anti serangan udara. Jangkauan efektif 4 Km (2,2 mil laut), berpemandu infra merah dengan hulu ledak 3 Kg. Berkemampuan anti pesawat udara, helikopter dan rudal.
  3. 1 Meriam OTO-Melara 76/62 compact berkaliber 76mm (3 inchi) dengan kecepatan tembakan 85 rpm, jangkauan 16 Km untuk target permukaan dan 12 Km untuk target udara.
  4. 2 Senapan mesin 12.7mm
  5. 12 Torpedo Honeywell Mk. 46, berpeluncur tabung Mk. 32 (324mm, 3 tabung) dengan jangkauan 11 Km kecepatan 40 knot dan hulu ledak 44 kg. Berkemampuan anti kapal selam dan kapal permukaan.
KRI Yos Sudarso diperlengkapi radar LW-03 2-D air search, sonar PHS-32. Juga diperlengkapi dengan kontrol penembakan (fire control) M-44 SAM control serta perangkat perang elektronik UA-8/9 intercept. Sebagai pertahanan diri mempunyai 2 peluncur decoy RL.
Memiliki dek untuk 1 helikopter yang sebelumnya adalah Westland Wasp HAS 1 (kini pensiun) dengan fungsi sebagai heli anti kapal selam. Mungkin kini diganti dengan NBO-105 atau NAS 332L Super Puma
Pada tanggal 10 hingga 11 Maret KRI Yos Sudarso 353 tergabung dalam satgas Aru Jaya melakukan operasi penghalauan terhadap kapal ferry Lusitania "si bedhes" Expresso yang bermaksud menuju Dilli, Timor timur tanpa izin. Operasi berhasil dilakukan tanpa ada peluru yang ditembakkan.

Tjoet Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia
Tjoet Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910) adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh. Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh
Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.
Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.
Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukkannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.
                                                 ~~~~####### ~~~~
        berkat jasa-jasanya kepada tanah air INDONESIA nama CUT MEUTIA dijadikan sebagai nama ambalan gerakan PRAMUKA kwaran pesisir tengah krui. smkn1 krui kab.lampung barat






Kepanduan


Logo Gerakan Kepanduan Dunia, WOSM (World Organization of Scout Movement)
Untuk nama gabungan gerakan kepanduan yang ada di Indonesia, lihat Gerakan Pramuka Indonesia.
Gerakan Kepanduan adalah sebuah gerakan pembinaan pemuda yang memiliki pengaruh mendunia. Gerakan kepanduan terdiri dari berbagai organisasi kepemudaan, baik untuk pria maupun wanita, yang bertujuan untuk melatih fisik, mental dan spiritual para pesertanya dan mendorong mereka untuk melakukan kegiatan positif di masyarakat. Tujuan ini dicapai melalui program latihan dan pendidikan non-formal kepramukaan yang mengutamakan aktivitas praktis di lapangan. Saat ini, terdapat lebih dari 38 juta anggota kepanduan dari 217 negara dan teritori.


Sejarah

Pramuka di Monas

[sunting] Kelahiran Gerakan Kepanduan

Gerakan ini dimulai pada tahun 1907 ketika Robert Baden-Powell, seorang letnan jendral angkatan bersenjata Britania raya, dan William Alexander Smith, pendiri Boy's Brigade, mengadakan perkemahan kepanduan pertama (dikenal sebagai jamboree) di Kepulauan Brownsea, Inggris.
Ide untuk mengadakan gerakan tersebut muncul ketika Baden-Powell dan pasukannya berjuang mempertahankan kota Mafeking, Afrika Selatan, dari serangan tentara Boer. Ketika itu, pasukannya kalah besar dibandingkan tentara Boer. Untuk mengakalinya, sekelompok pemuda dibentuk dan dilatih untuk menjadi tentara sukarela. Tugas utama mereka adalah membantu militer mempertahankan kota. Mereka mendapatkan tugas-tugas yang ringan tapi penting; misalnya mengantarkan pesan yang diberikan Baden-Powell ke seluruh anggota militer di kota tersebut. Pekerjaan itu dapat mereka selesaikan dengan baik sehingga pasukan Baden-Powell dapat mempertahankan kota Mafeking selama beberapa bulan. Sebagai penghargaan atas keberhasilan yang mereka dapatkan, setiap anggota tentara sukarela tersebut diberi sebuah lencana. Gambar dari lencana ini kemudian digunakan sebagai logo dari gerakan Pramuka internasional.
Keberhasilan Baden-Powell mempertahankan kota Mafeking membuatnya dianggap menjadi pahlawan. Dia kemudian menulis sebuah buku yang berjudul Aids to Scouting (ditulis tahun 1899), dan menjadi buku terlaris saat itu.
Pada tahun 1906, Ernest Thompson Seton mengirimkan Baden-Powell sebuah buku karyanya yang berjudul The Birchbark Roll of the Woodcraft Indians. Seton, seorang keturunan Inggris-Kanada yang tinggal di Amerika Serikat, sering mengadakan pertemuan dengan Baden-Powell dan menyusun rencana tentang suatu gerakan pemuda.
Pertemuannya dengan Seton tersebut mendorongnya untuk menulis kembali bukunya, Aids to Scouting, dengan versi baru yang diberi judul Boy's Patrols. Buku tersebut dimaksudkan sebagai buku petunjuk kepanduan bagi para pemuda ketika itu. Kemudian, untuk menguji ide-idenya, dia mengadakan sebuah perkemahan untuk 21 pemuda dari berbagai lapisan masyarakat selama seminggu penuh, dimulai pada tanggal 1 Agustus, di kepulauan Brownsea, Inggris. Metode organisasinya (sekarang dikenal dengan sistem patroli atau patrol system dalam bahasa Inggris) menjadi kunci dari pelatihan kepanduan yang dilakukannya. Sistem ini mengharuskan para pemuda untuk membentuk beberapa kelompok kecil, kemudian menunjuk salah satu diantara mereka untuk menjadi ketua kelompok tersebut.
Setelah bukunya diterbitkan dan perkemahan yang dilakukannya berjalan dengan sukses, Baden-Powell pergi untuk sebuah tur yang direncanakan oleh Arthur Pearson untuk mempromosikan pemikirannya ke seluruh Inggris. Dari pemikirannya tersebut, dibuatlah sebuah buku berjudul Scouting fo Boys, yang saat ini dikenal sebagai buku panduan kepramukaan (Boy Scout Handbook) edisi pertama.
Saat itu Baden-Powell mengharapkan bukunya dapat memberikan ide baru untuk beberapa oraganisasi pemuda yang telah ada. Tapi yang terjadi, beberapa pemuda malah membentuk sebuah organisasi baru dan meminta Baden-Powell menjadi pembimbing mereka. Ia pun setuju dan mulai mendorong mereka untuk belajar dan berlatih serta mengembangkan organisasi yang mereka dirikan tersebut.
Seiring dengan bertambahnya jumlah anggota, Baden-Powell semakin kesulitan membimbing mereka; Ia membutuhkan asisten untuk membantunya. Oleh karena itu, ia merencanakan untuk membentuk sebuah Pusat Pelatihan Kepemimpinan bagi Orang Dewasa (Adult Leadership Training Center). Pada tahun 1919, sebuah taman di dekat London dibeli sebagai lokasi pelatihan tersebut. Ia pun menulis buku baru yang berjudul Aids to Scoutmastership dan beberapa buku lainnya yang kemudian ia kumpulkan dan disatukan dalam buku berjudul Rovering to Success for Rover Scouts pada tahun 1922.
Sekalipun Gerakan Kepanduan didirikan Baden-Powell, tetapi ia banyak terinspirasi Frederick Russell Burnham, org Amerika yg membantu Inggris di Afsel. Burnham banyak belajar tehnik hidup di alam bebas dr ayahnya yg menjadi pastor di tempat penampungan (reservasi) orang Indian. Burnham yg sukses menghadapi beberapa perang pemberontakan Indian, lalu pergi ke Afsel & berkenalan dg Baden-Powell di Perang Boer. Dari Burnham lah Baden-Powell menyusun berbagai ketrampilan2 dasar yg diperlukan seorang Boy Scout (Pandu). Terinspirasi org Indian. Selanjutnya di Gerakan Kepanduan, Burnham diangkat sebagai “Kepala Suku” pertama dari gerakan yg didirikan Baden-Powell. scout is game

[sunting] Perkembangan Gerakan Kepanduan

Tak lama setelah buku Scouting For Boys diterbitkan, Pramuka mulai dikenal di seluruh Inggris dan Irlandia. Gerakannya sendiri, secara perlahan tapi pasti, mulai dicoba dan diterapkan diseluruh wilayah kerajaan Inggris dan koloninya.
Unit kepanduan di luar wilayah kerajaan Inggris yang pertama diakui keberadaannya, dibentuk di Gilbraltar pada tahun 1908, yang kemudian diikuti oleh pembentukan unit lainnya di Malta. Kanada ialah koloni Inggris pertama yang mendapat ijin dari kerajaan Inggris untuk mendirikan gerakan kepanduan, diikuti oleh Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Chili ialah negara pertama diluar Inggris dan koloninya yang membentuk gerakan kepanduan. Parade Pramuka pertama diadakan di Crystal Palace, London pada tahun 1910. Parade tersebut menarik minat para remaja di Inggris. Tidak kurang dari 10.000 remaja putra dan putri tertarik untuk bergabung dalam kegiatan kepanduan. Pada 1910 Argentina, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, India, Meksiko, Belanda, Norwegia, Russia, Singapura, Swedia, dan Amerika Serikat tercatat telah memiliki organisasi kepramukaan.
Semenjak didirikan, Gerakan Pramuka yang memfokuskan program pada remaja usia 11-18 tahun telah mendapat respon yang menggembirakan, anggota bertambah dengan cepat. Kebutuhan program pun dengan sendirinya bertambah. Untuk memenuhi keinginan dan ketertarikan para generasi muda pada saat itu, gerakan pramuka menambah empat program dalam organisasinya untuk melebarkan lingkup keanggotaan gerakan pramuka. Keempat prpogram tersebut meliputi : Pendidikan Generasi Muda usia dini, Usia Remaja, pendidikan kepanduan putri, dan pendidikan kepemimpinan bagi pembina.
Program untuk golongan siaga, unit Satuan Karya, dan Penegak/pandega mulai disusun pada akhir tahun 1910 di beberapa negara. Terkadang, kegiatan kegiatan tersebut hanya berawal di tingkat lokal/ ranting yang dikelola dalam skala kecil, baru kemudian diakui dan diadopsi oleh kwartir nasional. Kasus serupa terjadi pada pendirian golongan siaga di Amerika Serikat, yang program golongan siaganya telah dimulai sejak 1911 di tingkat ranting namun belum mendapatkan pengakuan hingga 1930.
Sejak awal didirikannya gerakan kepanduan, para remaja putri telah mengisyaratkan besarnya minat mereka untuk bergabung. Untuk mengakomodasi minat tersebut, Agnes Baden Powell —adik dari bapak kepanduan sedunia, Robert Baden Powell,— pada tahun 1910 ditunjuk menjadi presiden organiasi kepanduan putri pertama di dunia. Agnes pada awalnya menamakan organisasi tersebut Rosebud, yang kemudian berganti menjadi Brownies (Girl Guide) pada 1914. Agnes mundur dari kursi presiden pada tahun 1917 dan digantikan oleh Olive Baden Powell, istri dari Lord Baden-Powell. Agnes tetap menjabat sebagai wakil presiden hingga ia meninggal pada usia 86 tahun. Pada waktu tersebut, kepanduan putri telah diposisikan sebagai unit terpisah dari kepanduan pria, hal tersebut dilakukan menimbang norma sosial yang berlaku saat tersebut. Pada era 90-an, Banyak organisasi kepanduan di dunia yang saling bekerjasama antara unit putra dan putri untuk memberikan pendidikan kepanduan.
Program awal bagi pendidikan pembina diadakan di London pada tahun 1910, dan di Yorkshire pada tahun 1911. Namun, Baden Powell menginginkan pendidikan tersebut dapat dipraktekkan semaksimal mungkin. Hal tersebut berarti bahwa dalam setiap pendidikan diperlukan praktek lapangan semisal berkemah. Hal ini membimbing pembentukan kursus Woodbadge. Akibat Perang Dunia I, pendidikan woodbadge bagi para pembina tertunda hingga tahun 1919. Pada tahun tersebut, diadakan kursus woodbadge pertama di Gilwell Park. Pada saat ini, pendidikan bagi pembina telah beragam dan memiliki cakupan yang luas. Beberapa pendidikan yang cukup terkenal bagi pembina, seperti Pendidikan dasar, Pendidikan spesifik golongan, hingga kursus Woodbadge.

[sunting] Keanggotaan

Scouting 'round the world, 1977 edition
Sampai tahun 2005, terdapat lebih dari 28 juta anggota terdaftar kepanduan putra dan 10 juta anggota terdaftar kepanduan putri di seluruh dunia dari 216 negara dan teritori berbeda.
Daftar 20 besar negara-negara dengan jumlah anggota pramuka terbesar:
Negara Keanggotaan [1][2] Tahun Berdiri
Kepanduan Putra Kepanduan Putri
Amerika Serikat 9,500,000 1910 1912
Indonesia 8,100,000 1912 1912
India 3,700,000 1909 1911
Filipina 2,600,000 1910 1918
Thailand 1,400,000 1911 1957
Britania Raya 1,000,000 1907 1909
Bangladesh 950,000 1920 1928
Pakistan 570,000 1909 1911
Kenya 420,000 1910 1920
Korea 280,000 1922 1946
Kanada 260,000 1908 1910
Jerman 260,000 1910 1912
Jepang 240,000 1913 1919
Italia 210,000 1912 1912
Nigeria 160,000 1915 1919
Polandia 160,000 1910 1910
Prancis 150,000 1910 1911
Belgia 150,000 1911 1915
Hong Kong 150,000 1914 1916
Malaysia 140,000 1911 1916

[sunting] Gerakan Pramuka Indonesia

Presiden SBY Membuka Jambore Nasional VIII-2006
Bapak Pramuka Indonesia adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Lambang dari gerakan gerakan ini adalah bayangan tunas kelapa. Lambang tersebut diciptakan oleh Sunardjo Atmodipuro, karena ia berfikir bahwa seluruh bagian dari pohon kelapa bermanfaat. Diharapkan dengan lambang itu, para pramuka bisa memberi banyak manfaat bagi dirinya dan lingkungan sekitar.